Dikisahkan seorang wanita tuna daksa hidup dalam kemiskinan. Namun, ia tak patah arang dengan keadaan fisik dan materi yang ada pada keluarganya. Kelainan pada kaki yang menyebabkan kelumpuhan membuat wanita berumur 28 tahun tersebut menghidupi keluarganya melalui jalinan benang yang ia tekuni sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.
Ya, ia sempat mengecap bangku pendidikan meski hidup dalam kemiskinan. Namun, cukup enam tahun ia merasakan pendidikan, setelah sang ayah menjelaskan bahwa kehidupan tak lebih baik dari sekadar pendidikan. Sejak putus sekolah, Aryani, gadis itu, mulai tekun menjahit dan menyulam. Banyak pakaian, sprei, dan aksesoris olahan dari jahitan berhasil dihasilkan.
Meski kehidupan keluarga berbalik perlahan karenanya, tetapi Aryani, hingga di usianya yang ke-28 tahun masih saja harus puas untuk mencintai dirinya sendiri dan keluarga. Ya, ia tak memiliki kekasih. Jauh sebelum ia tumbuh dewasa, Aryani telah memangkas perasaan cintanya pada pemuda di kampung seberang. Ia sadar akan kondisinya yang akan membuat malu banyak orang, terlebih jika ia dengan terang-terangan menyatakan cinta pada pemuda tersebut.
Hingga satu masa datang, Aryani melihat seorang gadis cilik nan rupawan datang menghampirinya. Saat itu, ia tengah menyulam sweater pesanan tetangga di teras rumah, lalu datanglah gadis itu. Dengan senyum merekah, gadis kecil mengulurkan kertas pada Aryani. Bingung Aryani menatap gadis itu seraya mulai membuka kertas yang diberikan. Dalam kertas itu tertulis,
"Menikahlah denganku. Aku menyukaimu sejak 15 tahun lalu. Hanya saja aku tak berani mengungkapkannya. Kau terlalu sempurna untukku. Hingga akhirnya aku tak berdaya memangkas perasaan sukaku padamu. Jadilah ibu dari anak-anakku, menikahlah denganku."
Aryani tersedu sedan, memeluk gadis kecil itu. Lalu gadis kecil itu berkata,
"Pamanku menyukaimu. Ia selalu menangis setiap melihatmu menjahit dan menyulam. Katanya, kau wanita gigih yang penuh semangat."
----
Cinta itu sederhana. Benar, ia buta. Karena jika cinta bisa melihat, maka Aryani tak akan pernah tampak sempurna di mata orang yang mengasihinya.
Ya, ia sempat mengecap bangku pendidikan meski hidup dalam kemiskinan. Namun, cukup enam tahun ia merasakan pendidikan, setelah sang ayah menjelaskan bahwa kehidupan tak lebih baik dari sekadar pendidikan. Sejak putus sekolah, Aryani, gadis itu, mulai tekun menjahit dan menyulam. Banyak pakaian, sprei, dan aksesoris olahan dari jahitan berhasil dihasilkan.
Meski kehidupan keluarga berbalik perlahan karenanya, tetapi Aryani, hingga di usianya yang ke-28 tahun masih saja harus puas untuk mencintai dirinya sendiri dan keluarga. Ya, ia tak memiliki kekasih. Jauh sebelum ia tumbuh dewasa, Aryani telah memangkas perasaan cintanya pada pemuda di kampung seberang. Ia sadar akan kondisinya yang akan membuat malu banyak orang, terlebih jika ia dengan terang-terangan menyatakan cinta pada pemuda tersebut.
Hingga satu masa datang, Aryani melihat seorang gadis cilik nan rupawan datang menghampirinya. Saat itu, ia tengah menyulam sweater pesanan tetangga di teras rumah, lalu datanglah gadis itu. Dengan senyum merekah, gadis kecil mengulurkan kertas pada Aryani. Bingung Aryani menatap gadis itu seraya mulai membuka kertas yang diberikan. Dalam kertas itu tertulis,
"Menikahlah denganku. Aku menyukaimu sejak 15 tahun lalu. Hanya saja aku tak berani mengungkapkannya. Kau terlalu sempurna untukku. Hingga akhirnya aku tak berdaya memangkas perasaan sukaku padamu. Jadilah ibu dari anak-anakku, menikahlah denganku."
Aryani tersedu sedan, memeluk gadis kecil itu. Lalu gadis kecil itu berkata,
"Pamanku menyukaimu. Ia selalu menangis setiap melihatmu menjahit dan menyulam. Katanya, kau wanita gigih yang penuh semangat."
----
Cinta itu sederhana. Benar, ia buta. Karena jika cinta bisa melihat, maka Aryani tak akan pernah tampak sempurna di mata orang yang mengasihinya.